Kisah Doa Ibu Menyelamatkan Dua Tangan Anaknya Yang Terpotong
Kisah doa seorang ibu yang bisa menyelamatkan dua tangan anaknya yang terpotong ini merupakan dongeng konkret yang terjadi di zaman khalifah Umar bin Khattab ra. Kisah ini menjadi bukti kedahsyatan doa ibu kepada anak-anaknya. Doa ibu selalu dikabulkan oleh Allah SWT alasannya doa ibu kepada anaknya bagaikan doa nabi kepada umat-umatnya. Segala ucapan atau perkataan ibu niscaya mustajab dan niscaya menjadi kenyataan. Oleh lantaran itu, mari kita merenung sejenak dengan membaca kisah konkret doa ibu telah selamatkan dua tangan yang terpotong.
Mari sejenak meluangkan waktu untuk membaca sekaligus merenungi sebuah kisah yang kiranya bisa menggugah kita untuk senantiasa berbakti kepada orang tua. Banyak hal menyakitkan hati orang renta tanpa kita sadari telah kita lakukan. Akibatnya kehidupan yang kita jalani jauh dari kata beruntung, selalu susah, bahkan mungkin ada saja hal yang tidak kita inginkan menimpa kita. Barangkali dengan kisah ini kita bisa introspeksi diri, mulai berbenah diri, dan lebih berhati-hati menjaga hati orang tua, khususnya ibu. Berikut kisahnya.
Diterangkan, tersebutlah seorang saudagar (pedangang) yang kaya raya. Berkat kekayaannya ia sangat disegani oleh tetangga kanan dan kirinya. Bukan hanya itu, istrinya sangat manis jelita dan cerdas. Namun sayang, si istri yang manis dan cerdas itu dikenal sebagai orang wanita sombong dan kikir. Ia tidak suka apabila keluarga suami tiba singgah ke rumahnya. Begitu pun sebaliknya, ia tidak mau dan tidak pernah mengizinkan suami pergi silaturrahim ke rumah keluarganya.
Sikap si istri begitu dominan, ia tidak mau diatur, selalu ingin menang sendiri. Sehingga si suami selalu dikalahkan dan tidak bisa berbuat banyak lantaran ia sangat menyayangi istrinya. Oleh alasannya itu, saudagar itu pun tidak pernah mempunyai kesempatan untuk menjenguk apalagi membantu ibu beserta keluarganya di rumahnya.
Sementara itu, sang ibu yang bertempat tinggal di daerah lain hidup dalam keadaan yang serba kekurangan. Sang ibu sangat berharap bisa bertemu dan meminta sedikit pertolongan kepada anaknya yang kini telah hidup berkecukupan. Suatu hari lantaran terpaksa, sang ibu pergi mendatangi rumah anaknya mengharap beberapa pemberian dari anaknya. Akan tetapi sayangnya di rumah anaknya itu selalu ada si istri yang kikir. Belum sempat sang ibu memberikan maksud dan tujuannya, istri saudagar itu lebih dahulu berkata kepada suaminya dengan nada ketus, "Bosan!".
"Kenapa engkau berbicara menyerupai itu wahai istriku?", tegur suami.
"Pikir saja sendiri, kenapa orang renta yang tidak tau malu ini tiba kemari. Pasti dia hanya mengharap pertolongan dari kita. Ibumu ini menyerupai orang pengemis, kerjanya hanya meminta-minta saja tanpa mau berusaha. Apakah dia ingin kita gulung tikar dan jatuh miskin menyerupai dia. Ingat! betapa dulu kita bekerja dan bekerja keras sehingga menjadi kaya menyerupai sekarang. Jika ibumu engkau kasih bantuan, niscaya dia setiap hari akan tiba kemari. Merepotkan saja!", bantah istri saudagar.
Perbincangan tersebut terdengar eksklusif oleh sang ibu. Perempuan renta yang tak berdaya itu seketika menangis tersedak-sedak sambil mengelus dada. Beliau merasa duka dan sangat terhina. Dadanya sesak bagai ditindih kerikil bata. Hatinya tersayat-sayat bagai disayat sembilu. Beliau tidak menyangka menantunya sejahat dan sekikir itu. Sungguh di luar dugaan menantunya setega itu kepadanya.
"Wahai anak-anakku, bila kalian tidak berkenan membantu saya dan menganggap saya sebagai pengemis, biarlah saya pamit meninggalkan daerah ini", ujar sang ibu di sela-sela isak tangisnya.
Kemudian sang ibu melangkahkan kakinya dengan lemah gemulai sambil membawa hati pilu dan air mata yang masih deras mengalir membasahi keriput pipinya. Kata-kata yang gres saja didengarkan sungguh telah menusuk dada dan mengiris hatinya. Beliau pulang tanpa membawa sehelai apapun dari anak dan menantunya, kecuali rasa sakit. Di dalam hatinya dia berjanji tidak akan pernah meminta pertolongan lagi kepada mereka.
Selang beberapa kurun waktu kemudian. Saudagar kaya raya itu melanjutkan perdangangannya dengan membawa barang dagangan menuju kota lain. Jarak antara daerah tinggal dan kota tersebut cukup jauh, ia harus melewati padang pasir yang begitu sepi. Sambil membawa kereta kuda dengan seluruh barang muatan ia melaksanakan perjalanan.
Di tengah-tengah perjalanannya, di sebuah padang pasir yang begitu sepi. Saudagar itu dihadang oleh segerombolan perampok. Seluruh barang dagangan dirampas termasuk kuda-kuda tunggangannya. Ia mencoba melaksanakan perlawanan namun ia tidak berdaya di depan para kawanan perampok. Sadisnya, alasannya ia mencoba melawan kedua tangannya dipotong dan dikalungkan di lehernya. Kemudian saudagar itu ditinggal begitu saja dengan membawa hasil rampokan.
Beberapa waktu kemudian, ada kafilah (gerombolan pengendara unta) yang kebetulan melintas lewat jalur itu. Mereka menemukan saudagar terkapar penuh darah pingsan dalam keadaan mengenaskan. Kondisi penuh darah, tangan terpotong, dan digantungkan pada leher. Dan beruntungnya lagi mereka sangat kenal dengan saudagar yang terkapar tersebut.
Para kafilah pun segera menolong dan membawa ke daerah seorang tabib (dokter) yang tidak jauh dari daerah kejadian. Sambil menunggu perawatan dari tabib, salah seorang diantara mereka pergi untuk memberikan kabar kepada keluarga dan istri saudagar.
Tidak usang kemudian sang istri tiba ke daerah suami dirawat. Sementara sang suami telah sadar dari pingsannya.
"Ohh.. Suamiku, apa yang bahwasanya terjadi? Mengapa dua tangan engkau terpotong menyerupai ini?", sang istri merangkul saudagar sambil menangis tersedu-sedu.
"Wahai istriku, tenanglah, mungkin ini ialah akhir atas perbuatanku", keluh si saudagar kepada istrinya.
"Lalu dosa apakah kiranya yang telah engkau perbuat wahai suamiku?", sang istri sangat penasaran.
Perbincangan terhenti dan tiba-tiba saudagar itu menangis mengingat atas apa yang telah ia perbuat kepada ibunda tercintanya. "Wahai istriku, ketahuilah. Seandainya dua tangan ini saya pakai untuk menyalurkan sebagian rejeki yang kita miliki kepada ibu, walaupun hanya satu dirham. Mungkin dua tangan ini tidak akan terpotong menyerupai ini", saudagar kembali mengeluh.
Mendengar keluhan sang suami menyerupai itu, perempuan kikir dan sombong tersentak hatinya bagai disambar petir. Ia sadar bahwa selama ini sikapnya selama ini telah menghalangi niat baik suaminya kepada mertuanya. Tiada lain kecuali ingin berbakti kepada orang renta tetapi ia menjadi penghalang atas ibadah suami tercintanya.
Sang istri segera meminta pertolongan kepada salah seorang kafilah yang telah menolong suaminya untuk menjemput mertuanya di daerah kediaman. Maka dijemputlah sang ibu menuju hadapan suami tercintanya.
Sama menyerupai dikala si istri pertama kali melihat kondisi sang suami. Kini giliran sang ibu, isak tangis semakin mengharukan lantaran kaget melihat kondisi anak yang terlahir dari rahimnya kini buntung tanpa kedua tangan.
"Wahai anakku, apa yang terjadi dengan tanganmu, kenapa jadi menyerupai ini?", tanya ibu menangis sambil mengusap kepala anak tercintanya yang terbaring tanpa kedua tangan. Air mata ibu semakin deras mengalir sampai tidak sadar menetes pada pipi anaknya.
"Ibu, ibu, ibu, maafkanlah anakmu yang durhaka ini, maafkanlah anakmu yang penuh dosa ini", ujar saudagar menangis sambil memeluk ibunda tercinta meratapi perbuatannya selama ini.
"Aku tidak tega melihat keadaanmu menyerupai ini nak. Apakah engkau disiksa? Aku tidak akan merelakan perbuatan orang yang telah menganiaya dirimu", ungkap sang ibu dengan penuh cinta dan kasih sayang.
"Ohh ibu, sesungguhnya apa yang terjadi dan menimpa diriku ini ialah lantaran perbuatanku sendiri. Selama ini saya telah mengecewakan bahkan menyakiti hati ibu. Kiranya ini ialah akhir bagiku. Ibu, sekali lagi maafkanlah anakmu yang durhaka ini. Tiada yang lebih saya harapkan kecuali maaf dari engkau wahai ibu", ungkap saudagar dengan penuh penyesalan.
"Anakku, ketahuilah. Sesungguhnya saya telah memaafkanmu, saya telah mengikhlaskan segala kesalahan kalian. Karena tiada insan hidup di dunia luput dari kesalahan. Semoga Allah juga meridhoi. Semoga Allah mempermudah segala ujian dan cobaan yang kalian hadapi", dengan penuh kelembutan sang ibu memaafkan serta dengan tulus tulus ibu mendoakan.
Suasana menjadi sangat mengharukan, orang-orang di sekitar yang sempat menyaksikan perbincangan antara anak dan ibu terenyuh dalam suasana itu. Ternyata begitu dalam penyesalan anak dan begitu bangga serta jiwa sang ibu.
Malam itu mereka menginap di daerah tabib, mereka semua tertidur, malam lewat terasa begitu singkat dan cepat. Ke esokan harinya, di pagi hari yang cerah. Tiba-tiba terjadi sebuah keajaiban yang sungguh luar biasa, tiada satupun orang menerka hal ini bisa terjadi. Semua mata terbelalak melihat dua tangan yang terpotong kini tersambung utuh tanpa bekas luka sedikitpun. Termasuk saudagar itu sendiri kaget dan terheran-heran terhadap keajaiban yang dialaminya.
Demikianlah keajaiban doa ibu, ucapannya ialah keramat, permohonannya ialah karomah. Ketika hati ibu tersakiti, kesedihannya menjadi sebuah kutukan. Ketika hati ibu ridho, keihklasannya menjadi anugerah.
Sekali lagi kisah di atas merupakan kisah konkret dan bukan rekayasa. Kisah perihal doa ibu menyelamatkan dua tangan anaknya yang terpotong ini terjadi kala zaman shahabat khufaur rasyidin syaidina Umar bin Khattab ra.
Jika kalian tidak percaya dan menganggap ibu tidak mempunyai keistimewaan dalam doa-doanya, silahkan kalian hardik sosok ibu kemudian tunggu peristiwa alam niscaya akan menghantam.
Lalu kenapa doa ibu begitu manjur? Mengapa setiap kemurkaan ibu menjadi sebuah kutukan? Kenapa doa ibu menjadi sebuah anugerah yang bisa menyelamatkan kita? Temukan jawabannya pada tautan berikut → Inilah Alasan Kenapa Doa Ibu Menjadi Keramat ←. Pada tautan tersebut telah dijelaskan alasan-alasan juga keistimewaan doa ibu.
Diantara kita niscaya pernah mengecewakan hati ibu. Oleh karenanya, mumpung sang ibu masih sanggup kita jumpai di dunia ini, mari kita segera meminta maaf tunduk di pangkuan ibu.
Dan bagi ibu yang telah tiada, mari kita doakan bersama. Karena tiada lain yang dibutuhkan dia kecuali doa dari anak-anaknya. Keadaan insan di alam kubur bagaikan karam di dalam lautan. Kebayang kan bagaimana rasanya dikala kita karam di dalam air? Doa kitalah yang bisa menyelamatkannya. Semoga dosa-dosa ibu diampuni Allah sebagaimana ibu telah merawat kita semenjak kecil. Semoga kelak kita bisa mencicipi kembali lembutnya belaian kasih sayang ibu. Amin....
Mari sejenak meluangkan waktu untuk membaca sekaligus merenungi sebuah kisah yang kiranya bisa menggugah kita untuk senantiasa berbakti kepada orang tua. Banyak hal menyakitkan hati orang renta tanpa kita sadari telah kita lakukan. Akibatnya kehidupan yang kita jalani jauh dari kata beruntung, selalu susah, bahkan mungkin ada saja hal yang tidak kita inginkan menimpa kita. Barangkali dengan kisah ini kita bisa introspeksi diri, mulai berbenah diri, dan lebih berhati-hati menjaga hati orang tua, khususnya ibu. Berikut kisahnya.
Kisah Doa Ibu Selamatkan Tangan Anak Yang Terpotong
Diterangkan, tersebutlah seorang saudagar (pedangang) yang kaya raya. Berkat kekayaannya ia sangat disegani oleh tetangga kanan dan kirinya. Bukan hanya itu, istrinya sangat manis jelita dan cerdas. Namun sayang, si istri yang manis dan cerdas itu dikenal sebagai orang wanita sombong dan kikir. Ia tidak suka apabila keluarga suami tiba singgah ke rumahnya. Begitu pun sebaliknya, ia tidak mau dan tidak pernah mengizinkan suami pergi silaturrahim ke rumah keluarganya.
Sikap si istri begitu dominan, ia tidak mau diatur, selalu ingin menang sendiri. Sehingga si suami selalu dikalahkan dan tidak bisa berbuat banyak lantaran ia sangat menyayangi istrinya. Oleh alasannya itu, saudagar itu pun tidak pernah mempunyai kesempatan untuk menjenguk apalagi membantu ibu beserta keluarganya di rumahnya.
Sementara itu, sang ibu yang bertempat tinggal di daerah lain hidup dalam keadaan yang serba kekurangan. Sang ibu sangat berharap bisa bertemu dan meminta sedikit pertolongan kepada anaknya yang kini telah hidup berkecukupan. Suatu hari lantaran terpaksa, sang ibu pergi mendatangi rumah anaknya mengharap beberapa pemberian dari anaknya. Akan tetapi sayangnya di rumah anaknya itu selalu ada si istri yang kikir. Belum sempat sang ibu memberikan maksud dan tujuannya, istri saudagar itu lebih dahulu berkata kepada suaminya dengan nada ketus, "Bosan!".
"Kenapa engkau berbicara menyerupai itu wahai istriku?", tegur suami.
"Pikir saja sendiri, kenapa orang renta yang tidak tau malu ini tiba kemari. Pasti dia hanya mengharap pertolongan dari kita. Ibumu ini menyerupai orang pengemis, kerjanya hanya meminta-minta saja tanpa mau berusaha. Apakah dia ingin kita gulung tikar dan jatuh miskin menyerupai dia. Ingat! betapa dulu kita bekerja dan bekerja keras sehingga menjadi kaya menyerupai sekarang. Jika ibumu engkau kasih bantuan, niscaya dia setiap hari akan tiba kemari. Merepotkan saja!", bantah istri saudagar.
Perbincangan tersebut terdengar eksklusif oleh sang ibu. Perempuan renta yang tak berdaya itu seketika menangis tersedak-sedak sambil mengelus dada. Beliau merasa duka dan sangat terhina. Dadanya sesak bagai ditindih kerikil bata. Hatinya tersayat-sayat bagai disayat sembilu. Beliau tidak menyangka menantunya sejahat dan sekikir itu. Sungguh di luar dugaan menantunya setega itu kepadanya.
"Wahai anak-anakku, bila kalian tidak berkenan membantu saya dan menganggap saya sebagai pengemis, biarlah saya pamit meninggalkan daerah ini", ujar sang ibu di sela-sela isak tangisnya.
Kemudian sang ibu melangkahkan kakinya dengan lemah gemulai sambil membawa hati pilu dan air mata yang masih deras mengalir membasahi keriput pipinya. Kata-kata yang gres saja didengarkan sungguh telah menusuk dada dan mengiris hatinya. Beliau pulang tanpa membawa sehelai apapun dari anak dan menantunya, kecuali rasa sakit. Di dalam hatinya dia berjanji tidak akan pernah meminta pertolongan lagi kepada mereka.
Selang beberapa kurun waktu kemudian. Saudagar kaya raya itu melanjutkan perdangangannya dengan membawa barang dagangan menuju kota lain. Jarak antara daerah tinggal dan kota tersebut cukup jauh, ia harus melewati padang pasir yang begitu sepi. Sambil membawa kereta kuda dengan seluruh barang muatan ia melaksanakan perjalanan.
Di tengah-tengah perjalanannya, di sebuah padang pasir yang begitu sepi. Saudagar itu dihadang oleh segerombolan perampok. Seluruh barang dagangan dirampas termasuk kuda-kuda tunggangannya. Ia mencoba melaksanakan perlawanan namun ia tidak berdaya di depan para kawanan perampok. Sadisnya, alasannya ia mencoba melawan kedua tangannya dipotong dan dikalungkan di lehernya. Kemudian saudagar itu ditinggal begitu saja dengan membawa hasil rampokan.
Beberapa waktu kemudian, ada kafilah (gerombolan pengendara unta) yang kebetulan melintas lewat jalur itu. Mereka menemukan saudagar terkapar penuh darah pingsan dalam keadaan mengenaskan. Kondisi penuh darah, tangan terpotong, dan digantungkan pada leher. Dan beruntungnya lagi mereka sangat kenal dengan saudagar yang terkapar tersebut.
Para kafilah pun segera menolong dan membawa ke daerah seorang tabib (dokter) yang tidak jauh dari daerah kejadian. Sambil menunggu perawatan dari tabib, salah seorang diantara mereka pergi untuk memberikan kabar kepada keluarga dan istri saudagar.
Tidak usang kemudian sang istri tiba ke daerah suami dirawat. Sementara sang suami telah sadar dari pingsannya.
"Ohh.. Suamiku, apa yang bahwasanya terjadi? Mengapa dua tangan engkau terpotong menyerupai ini?", sang istri merangkul saudagar sambil menangis tersedu-sedu.
"Wahai istriku, tenanglah, mungkin ini ialah akhir atas perbuatanku", keluh si saudagar kepada istrinya.
"Lalu dosa apakah kiranya yang telah engkau perbuat wahai suamiku?", sang istri sangat penasaran.
Perbincangan terhenti dan tiba-tiba saudagar itu menangis mengingat atas apa yang telah ia perbuat kepada ibunda tercintanya. "Wahai istriku, ketahuilah. Seandainya dua tangan ini saya pakai untuk menyalurkan sebagian rejeki yang kita miliki kepada ibu, walaupun hanya satu dirham. Mungkin dua tangan ini tidak akan terpotong menyerupai ini", saudagar kembali mengeluh.
Mendengar keluhan sang suami menyerupai itu, perempuan kikir dan sombong tersentak hatinya bagai disambar petir. Ia sadar bahwa selama ini sikapnya selama ini telah menghalangi niat baik suaminya kepada mertuanya. Tiada lain kecuali ingin berbakti kepada orang renta tetapi ia menjadi penghalang atas ibadah suami tercintanya.
Sang istri segera meminta pertolongan kepada salah seorang kafilah yang telah menolong suaminya untuk menjemput mertuanya di daerah kediaman. Maka dijemputlah sang ibu menuju hadapan suami tercintanya.
Sama menyerupai dikala si istri pertama kali melihat kondisi sang suami. Kini giliran sang ibu, isak tangis semakin mengharukan lantaran kaget melihat kondisi anak yang terlahir dari rahimnya kini buntung tanpa kedua tangan.
"Wahai anakku, apa yang terjadi dengan tanganmu, kenapa jadi menyerupai ini?", tanya ibu menangis sambil mengusap kepala anak tercintanya yang terbaring tanpa kedua tangan. Air mata ibu semakin deras mengalir sampai tidak sadar menetes pada pipi anaknya.
"Ibu, ibu, ibu, maafkanlah anakmu yang durhaka ini, maafkanlah anakmu yang penuh dosa ini", ujar saudagar menangis sambil memeluk ibunda tercinta meratapi perbuatannya selama ini.
"Aku tidak tega melihat keadaanmu menyerupai ini nak. Apakah engkau disiksa? Aku tidak akan merelakan perbuatan orang yang telah menganiaya dirimu", ungkap sang ibu dengan penuh cinta dan kasih sayang.
"Ohh ibu, sesungguhnya apa yang terjadi dan menimpa diriku ini ialah lantaran perbuatanku sendiri. Selama ini saya telah mengecewakan bahkan menyakiti hati ibu. Kiranya ini ialah akhir bagiku. Ibu, sekali lagi maafkanlah anakmu yang durhaka ini. Tiada yang lebih saya harapkan kecuali maaf dari engkau wahai ibu", ungkap saudagar dengan penuh penyesalan.
"Anakku, ketahuilah. Sesungguhnya saya telah memaafkanmu, saya telah mengikhlaskan segala kesalahan kalian. Karena tiada insan hidup di dunia luput dari kesalahan. Semoga Allah juga meridhoi. Semoga Allah mempermudah segala ujian dan cobaan yang kalian hadapi", dengan penuh kelembutan sang ibu memaafkan serta dengan tulus tulus ibu mendoakan.
Suasana menjadi sangat mengharukan, orang-orang di sekitar yang sempat menyaksikan perbincangan antara anak dan ibu terenyuh dalam suasana itu. Ternyata begitu dalam penyesalan anak dan begitu bangga serta jiwa sang ibu.
Malam itu mereka menginap di daerah tabib, mereka semua tertidur, malam lewat terasa begitu singkat dan cepat. Ke esokan harinya, di pagi hari yang cerah. Tiba-tiba terjadi sebuah keajaiban yang sungguh luar biasa, tiada satupun orang menerka hal ini bisa terjadi. Semua mata terbelalak melihat dua tangan yang terpotong kini tersambung utuh tanpa bekas luka sedikitpun. Termasuk saudagar itu sendiri kaget dan terheran-heran terhadap keajaiban yang dialaminya.
Hikmah Yang Dapat Dipetik Dari Kisah Di Atas
Demikianlah keajaiban doa ibu, ucapannya ialah keramat, permohonannya ialah karomah. Ketika hati ibu tersakiti, kesedihannya menjadi sebuah kutukan. Ketika hati ibu ridho, keihklasannya menjadi anugerah.
Sekali lagi kisah di atas merupakan kisah konkret dan bukan rekayasa. Kisah perihal doa ibu menyelamatkan dua tangan anaknya yang terpotong ini terjadi kala zaman shahabat khufaur rasyidin syaidina Umar bin Khattab ra.
Jika kalian tidak percaya dan menganggap ibu tidak mempunyai keistimewaan dalam doa-doanya, silahkan kalian hardik sosok ibu kemudian tunggu peristiwa alam niscaya akan menghantam.
Lalu kenapa doa ibu begitu manjur? Mengapa setiap kemurkaan ibu menjadi sebuah kutukan? Kenapa doa ibu menjadi sebuah anugerah yang bisa menyelamatkan kita? Temukan jawabannya pada tautan berikut → Inilah Alasan Kenapa Doa Ibu Menjadi Keramat ←. Pada tautan tersebut telah dijelaskan alasan-alasan juga keistimewaan doa ibu.
Diantara kita niscaya pernah mengecewakan hati ibu. Oleh karenanya, mumpung sang ibu masih sanggup kita jumpai di dunia ini, mari kita segera meminta maaf tunduk di pangkuan ibu.
Dan bagi ibu yang telah tiada, mari kita doakan bersama. Karena tiada lain yang dibutuhkan dia kecuali doa dari anak-anaknya. Keadaan insan di alam kubur bagaikan karam di dalam lautan. Kebayang kan bagaimana rasanya dikala kita karam di dalam air? Doa kitalah yang bisa menyelamatkannya. Semoga dosa-dosa ibu diampuni Allah sebagaimana ibu telah merawat kita semenjak kecil. Semoga kelak kita bisa mencicipi kembali lembutnya belaian kasih sayang ibu. Amin....
Komentar
Posting Komentar